Kamis, 18 Februari 2010

Jika Harus Mengonsumsi Antibiotika


Resistensi antibiotika adalah akibat yang harus ditanggung jika menggunakan antibiotika secara tak tepat. Kita butuh dosis yang lebih besar bila terjadi resistensi. Demi menghindari resistensi, berikut ini panduan mengonsumsi antibiotika.

1. Habiskan obat yang diresepkan dokter meskipun gejala penyakit membaik. Jika tidak, antibiotika tidak diberi waktu cukup untuk mengobati infeksi secara menyeluruh, sehingga kelak menimbulkan kekambuhan. Bakteri juga menjadi resisten sehingga antibiotika tak lagi manjur jika Anda kena penyakit yang sama.

2. Ikuti petunjuk dokter dengan seksama. Minum obat sesuai anjuran dokter.

3. Jangan minum dosis dobel untuk menutup obat yang kelupaan diminum. Terus minum obat sesuai anjuran dokter dan lewati dosis yang kelupaan itu.

4. Jangan berbagi antibiotika dengan siapa pun.

5. Jangan minum antibiotika sisa yang dulu pernah diresepkan. Lebih baik buang saja.

6. Jika terjadi efek samping antibiotika atau tak ada tanda perbaikan, konsultasi dengan dokter lagi.

7. Simpan obat antibiotika di tempat yang kering dan sejuk. Simpan antibiotika cair di dalam lemari es. @diy


Sumber :
http://kesehatan.kompas.com/read/2009/12/30/15373436/Jika.Harus.Mengonsumsi.Antibiotika
30 Desember 2009

Sumber Gambar:
http://www.lausd.k12.ca.us/Figue...ine2.htm

Antibiotika

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.

Banyak antibiotika saat ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam prakteknya antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya kuinolon).

Antibiotika yang akan digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, harus mememiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.

Artinya, antibiotika tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk manusia.

Antibiotika adalah obat yang sangat ampuh dan sangat bermanfaat jika digunakan secara benar. Namun, jika digunakan tidak semestinya antibiotika justru akan mendatangkan berbagai mudharat.

Yang harus selalu diingat, antibiotika hanya ampuh dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Karena itu, penyakit yang dapat diobati dengan antibiotika adalah penyakit-penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.


Gambar. Resistensi antibiotika

Penyebab timbulnya resistensi antibiotika yang terutama adalah karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat, tidak tepat sasaran, dan tidak tepat dosis.

Tidak tepat sasaran, salah satunya adalah pemberian antibiotika pada pasien yang bukan menderita penyakit infeksi bakteri. Walaupun menderita infeksi bakteri, antibiotika yang diberikan pun harus dipilih secara seksama. Tidak semua antibiotika ampuh terhadap bakteri tertentu.

Setiap antibiotika mempunyai daya bunuh terhadap bakteri yang berbeda-beda. Karena itu, antibiotika harus dipilih dengan seksama. Ketepatan dosis sangat penting diperhatikan.

Tidak tepat dosis dapat menyebabkan bakteri tidak terbunuh, bahkan justru dapat merangsangnya untuk membentuk turunan yang lebih kuat daya tahannya sehingga resisten terhadap antibiotika.

Karena itu, jika dokter memberikan obat antibiotika, patuhilah petunjuk pemakaiannya dan harus diminum sampai habis.

Pemakaian antibiotika tidak boleh sembarangan, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Itu sebabnya, antibiotika tidak boleh dijual bebas melainkan harus dengan resep dokter.

Terlalu sering mengonsumsi antibiotika juga berdampak buruk pada ''bakteri-bakteri baik'' yang menghuni saluran pencernaan kita. Bakteri-bakteri tersebut dapat terbunuh, padahal mereka bekerja membuat zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan kita.

Golongan antibiotika

Antibiotika dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Antibiotika golongan aminoglikosid, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
2. Antibiotika golongan sefalosforin, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.
3. Antibiotika golongan klorampenikol, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
4. Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
5. Antibiotika golongan penisilin, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan.
6. Antibiotika golongan beta laktam golongan lain, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.
7. Antibiotika golongan kuinolon, bekerja dengan menghambat satu atau lebih enzim topoisomerase yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkripsi DNA bakteri.
8. Antibiotika golongan tetrasiklin, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
9. Kombinasi antibakteri
10. Antibiotika golongan lain


Untuk pemilihan antibiotika yang tepat sesuai kebutuhan dan keluhan anda ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter.

Di apotik online medicastore anda dapat mencari antibiotika yang telah diresepkan dokter secara mudah dengan mengetikkan di search engine medicastore. Sehingga anda dapat memilih dan beli antibiotika sesuai kebutuhan anda.


Sumber :
http://www.medicastore.com/apotik_online/antibiotika/antibiotika.htm

Cara Cerdas Maksimalkan Antibiotik

ANTIBIOTIK merupakan obat yang digunakan untuk membunuh bakteri dan seharusnya digunakan dengan resep dokter. Akan tetapi, dalam praktek sehari-hari, banyak orang yang menggunakan antibiotik untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk flu biasa yang disebabkan oleh virus. Praktek seperti ini memicu resistensi antibiotik, sehingga antibiotik yang digunakan tersebut sudah tidak mempan lagi saat diperlukan. Bagaimana cara penggunaan yang tepat? Berikut uraiannya untuk Anda.

Apa itu antibiotik? Antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri, seperti strep throat (sejenis infeksi tenggorokan), infeksi telinga, infeksi saluran kencing, dan infeksi sinus (sinusitis).

Antibiotik terdiri dari berbagai tipe dan masing-masing bekerja dengan cara yang sedikit berbeda dengan target bakteri yang berbeda pula. Dokter tentunya bisa menetukan pilihan antibiotik yang tepat.

Bisakah digunakan untuk semua penyakit? Antibiotik merupakan obat yang kuat, tetapi tidak bisa menyembuhkan semua penyakit. Antibiotik tidak bisa melawan penyakit yang disebabkan oleh virus. Obat ini tidak bisa mengatasi penyakit seperti flu biasa, influenza, sebagian besar kasus bronkitis akut, sebagian besar kasus sakit tenggorokan (kecuali yang disebabkan oleh strep), dan hidung meler. Semua penyakit ini biasanya menghilang dengan sendirinya. Berkonsultasilah dengan dokter untuk meringankan gejala penyakit Anda.

Mengapa harus berhati-hati? Jika Anda menggunakan antibiotik saat tidak benar-benar memerlukan, maka antibiotik tersebut tidak akan efektif lagi saat Anda membutuhkan. Setiap kali Anda menggunakan antibiotik, Anda semakin berisiko terinfeksi bakteri yang tidak akan bisa dibunuh oleh antibiotik tersebut. Setiap kali bakteri berubah (bermutasi), maka akan semakin sulit dibunuh. Antibiotik yang biasa digunakan untuk mengatasinya tidak akan efektif lagi. Bakteri ini menjadi resisten antibiotik.

Bakteri kuat ini selanjutnya akan memicu infeksi yang lebih serius dan bisa bertahan lama. Dan untuk mengatasinya, Anda memerlukan antibiotik lain yang lebih kuat dan tentunya lebih mahal. Selain harganya, antibiotik yang lebih kuat juga menimbulkan efek
samping yang lebih banyak dibandingkan antibiotik pertama.

Bakteri yang resisten antibiotik ini juga bisa menyebar ke anggota keluaerga lain, seperti anak-anak dan teman kerja. Karena itu, komunitas Anda juga berisiko terinfeksi bakteri yang lebih sulit diatasi.

Selain itu, menggunakan antibiotik yang tidak diperlukan tidak akan membuat Anda merasa lebih baik, tidak menyembuhkan penyakit,serta tidak mencegah penularan infeksi Anda. Hal ini bahkan memicu efek samping yang berbahaya. Efek samping yang paling umum adalah mual, diare, dan rasa sakit di lambung.

Bagaimana cara memilih antibiotik yang tepat? Cerdaslah dalam menggunakan antibiotik. Pastikan kalau penyakit Anda disebabkan oleh bakteri, bukan oleh virus. Berikut beberapa hal yang bisa menjadi panduan Anda dalam mendapatkan antibiotik yang tepat:

Tanyakan kepada dokter apakah Anda benar-benar memerlukan antibiotik.
Hindari meminta dokter meresepkan antibiotik jika antibiotik tersebut tidak membuat Anda merasa lebih baik.
Jangan menggunakan antibiotik yang diresepkan untuk penyakit lain atau untuk orang lain.
Pastikan menjaga tangan tetap bersih dengan mencuci menggunakan sabun dan air hangat. Cara ini bisa melindungi Anda dari infeksi penyakit. (OL-08)

Sumber :
Ikarowina Tarigan
http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/10/12/1693/9/Cara-Cerdas-Maksimalkan-Antibiotik
12 Oktober 2009

Sabtu, 12 September 2009

Saat Tepat Minum Antibiotik

Antibiotik adalah obat nomor dua paling sering digunakan setelah obat antidepresan. Namun juga paling sering disalahgunakan.

Efeknya, selain merugikan buat si pasien, juga terjadi resistensi alias kuman tak mempan lagi yang akhirnya bisa berbahaya untuk kehidupan manusia.Kuman penyebab infeksi telinga tengah seperti Streptoccocus pneumoniae, Hemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalisdikatakan banyak yang tak mempan lagi akibat pemakaian antibiotik yang berlebihan. Belum lagi pemakaian antibiotik yang bisa membunuh banyak kuman atau mahal dengan alasan tak jelas, menambah rentetan masalah akibat antibiotik.

Gunakan secara rasional

Setiap kali kita membaca kemasan antibiotik, selalu tercantum tulisan “Harus dengan resep dokter”. Mengapa? Karena keputusan untuk menggunakan antibiotik tak sembarangan dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang tepat. Setelah memutuskan menggunakan antibiotik, selanjutnya dipilih jenis yang paling sesuai dengan mempertimbangkan; efektivitas, keamanan, kenyamanan, kecocokan, serta harga. Terutama untuk anak-anak, antibiotik perlu diberikan secara hati-hati karena mereka masih dalam tumbuh kembang.

Bagaimana antibiotik digunakan?

Secara umum, antibiotik digunakan untuk tiga kepentingan, yaitu terapi empiris, definitif, dan pencegahan.

Empiris

Pemberian antibiotik secara empiris biasanya merupakan terapi awal sebelum data laboratorium ada, dan ini yang paling sering dilakukan. Tentunya harus diberikan dengan banyak pertimbangan berdasarkan educated guess (dugaan berbasis pengetahuan). Jadi, dokter menyimpulkan dari gambaran penyakit tertentu yang mengarah pada kuman tertentu. Misalnya; infeksi kulit paling sering disebabkan kuman stafilokokus atau streptokokus, sedangkan infeksi saluran kemih didominasi kuman gram negatif seperti E. coli, Enterobakter, dan golongan Proteus. Kuman Hemophilus influenza dan morazella sering ditemukan pada radang telinga tengah dan sinusitis (radang sinus). Pemberian antibiotik secara empiris dilakukan sesuai dengan kuman terbanyak yang ada di daerah tersebut yang diperoleh dari penelitian.

Definitif

Terapi definitif dilakukan setelah kuman ditemukan lewat biakan kuman atau uji kepekaan. Antibiotik yang dipilih idealnya dapat membunuh bakteri penyebab, tepat sasaran, bisa ditoleransi pasien, dengan mempertimbangkan umur anak, keadaannya, adanya penyakit atau komplikasi, fungsi ginjal, hati, dan sebagainya. Terapi ini memang ideal namun kelemahannya adalah faktor waktu. Biakan kuman dan uji kepekaan membutuhkan waktu 3-7 hari dan ini menyulitkan terutama pada infeksi yang berat.

Terkadang dokter memberikan kombinasi dua antibiotikdengan tujuan mengobati infeksi yang belum jelas kuman penyebabnya, infeksi multipel, serta meningkatkan aktifitas obat dan untuk mencegah resistensi. Tapi cara ini tidak dianjurkan untuk pemakaian antibiotik jangka lama.

Profilaksis (pencegahan)

Pada keadaan tertentu antibiotik digunakan untuk mencegah penyakit. Biasanya digunakan pada infeksi saluran kemih berulang, pasien dengan transplantasi organ tubuh atau pasien dalam kemoterapi maupun tindakan bedah.

Untuk anak yang sakit dan datang ke praktek dokter, pengobatan antibiotik kebanyakan diberikan secara empiris. Selain karena sulit mengontrol apakah si anak akan kembali ke dokter yang sama, juga dibatasinya waktu untuk mendiagnosis penyakit. Biasanya yang tersulit adalah menentukan penyebab virus atau bakteri terutama pada infeksi saluran napas yang mencakup organ telinga, hidung, dan tenggorokan, serta saluran napas bawah, demikian juga infeksi saluran cerna.

Penyakit yang sering dikaitkan dengan penggunaan antibiotik.

Faringitis akut

Faringitis akut atau radang faring akut sebagian besar disebabkan virus, sedangkan jenis bakterinya antara lain streptokokus beta hemolitikus grup A, streptokokus grup C, kuman anaerob dan campuran berbagai kuman. Sulit membedakan apakah penyebabnya virus atau bakteri, namun kebanyakan faringitis akut akan sembuh sendiri.

Kuman streptokokus beta hemolitikus grup A bila dibiarkan dapat menyebabkan penyakit berbahaya, jadi pada kasus ini antibiotik perlu diberikan. Gejalanya; plak pada amandel anak, kelenjar getah bening leher bagian depan membengkak, tidak disertai batuk, dan suhu meningkat hingga 380C. Bila ditemukan tiga dari empat gejala tersebut, kemungkinan penyebab kuman itu mencapai 75 persen. Antibiotik yang diberikan antara lain golongan penisilin V diminum sepuluh hari atau Benzathine penicilin G disuntikkan satu kali. Pilihan obat lain yang bisa digunakan adalah Eritromisin. Faringitis akut yang lain cukup diobati dengan obat pereda gejala (simptomatik).

Otitis media akut (radang telinga tengah)

Otitis media akut (OMA) sering ditemukan pada anak usia 7 bulan - 3 tahun. Penyebabnya bakteri dan virus. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas atas seperti batuk pilek. Gejalanya gendang telinga membenjol, ada cairan keruh di rongga telinga tengah. Kecurigaan bisa bertambah pada anak yang orangtuanya perokok, menggunakan dot atau empeng, atau dititipkan di Tempat Penitipan Anak. Gejalanya mendadak dengan keluhan sakit telinga dan keluar cairan dari telinga. Bila diperiksa, membran timpani tampak berwarna kuning atau kemerahan serta ada cairan di rongga telinga tengah.

Umumnya OMA sembuh tanpa antibiotik, namun masih banyak dokter meresepkan antibiotik. Alasan tersering adalah orangtua minta antibiotik. Banyak orangtua tidak sabar menunggu hasil terapi simptomatik dan tidak tega melihat anaknya gelisah akibat penyakitnya.

Jika pun harus diberikan antibiotik, pilihan pertama adalah obat turunan penisilin, sefalosporin, kotrimoksazol, dan makrolid. Ada pula dokter yang menunggu hingga 2-4 hari untuk melihat perkembangan penyakitnya. Kecuali, untuk anak di bawah usia 6 bulan, antibiotik wajib diberikan meski diagnosis belum tepat benar.

Rinosinositis akut (radang sinus dan hidung)

Sinusitis adalah peradangan sinus hidung yang hampir selalu berawal atau dimulai dengan radang hidung (rinitis) alias pilek. Sinusitis yang disebabkan bakteri sering didahului oleh infeksi virus, tetapi dapat pula menyertai kondisi lain seperti alergi hidung, kelainan anatomi hidung, polip, daya tahan kurang, rinitis karena obat, atau ada fungsi lapisan hidung yaitu mukosiliar yang terganggu.

Kuman yang sering menyebabkan sinusitis adalah Streptoccocus pneumoniae dan Hemophilus influenza, dapat pulaMorazella catarrhalis, Staphyloccocus aureus, kuman anaerob ataupun virus, jarang oleh jamur. Gejalanya mirip batuk pilek biasa disertai hidung mampet, lendir di tenggorokan, nyeri pada wajah. Diagnosisnya tidak mudah dan kuman penyebab sering berbarengan antara virus dan bakteri. Namun, cairan hidung yang kental dan keruh disertai gejala batuk pilek yang mulai menyembuh tapi menjadi berat lagi lebih mengarah pada infeksi bakterial.

Bagaimana pemberian antibiotik? Banyak kasus sembuh sendiri tanpa pemberian antibiotik. Dengan atau tanpa antibiotik, kasus rinosinusitis membaik dalam 7 -10 hari. Bila 7-11 hari belum ada perbaikan, antibiotik dapat diberikan. Pilihannya adalah penisilin, makrolid, sefalosporin, dan kotrimoksazol. Antibiotika harus diminum selama 7-14 hari tetapi ada yang mengatakan hingga 21 hari. Obat Antihistamin dan dekongestan atau kombinasinya serta pengencer dahak masih diragukan efektivitasnya namun cukup melegakan.

Infeksi lain

Infeksi seperti infeksi kulit dan jaringan lunak, pneumonia atau radang paru-paru, infeksi saluran cerna, infeksi saluran kemih perlu juga mempertimbangkan apakah bakteri adalah biang keladi di balik semua itu.

Referensi:

  1. Centers for disease control and prevention (CDC) media relation. Global resistance to antibiotics. From the NIH, Spetember 17, 2003.
  2. Froom J, Culpepper L, Jacobs M. Antimicrobial for acute otitis media? A review from the international primary care network. Brit Med J 1997;315:98-102
  3. Steinman MA,Gonzales R, Lindr JA, Landefelt CS. Changing use of antibiotics in community-based outpatient practice. Arch Intern Med. 2003;138:525-33
- 24 Juni 2007
Sumber :
12 September 2009
Sumber Gambar:

Madu Menyimpan Antibiotik Alami

Khasiat madu memang sudah cukup terkenal. Sejak zaman dahulu hingga hari ini madu terbukti dapat meningkatkan vitalitas tubuh. Tak berhenti sampai di situ, madu ternyata memiliki khasiat lain. Penelitian yang dilakukan tim peneliti Kanada menunjukkan, madu memiliki kemampuan menangkal bakteri.

Bakteri yang dapat ditangkal oleh madu adalah bakteri yang menyebabkan hidung berair. Khasiat madu mengatasi hidung berair ini bahkan melebihi antibiotik. Dari penelitian yang dilakukan tim dari Universitas Ottawa, Kanada mengungkapkan, madu dapat mengatasi 11 jenis bakteri termasuk bakteri penyebab penyakit berbahaya.
Ada dua jenis bakteri yang bermutasi dan kebal terhadap obat antibiotik yaitu golden staphylococcus dan blue suppurative bacillus. Madu, bisa mengatasi dua bakteri tersebut dan menghambat pertumbuhannya. Keefektifan madu dalam membunuh bakteri bisa dikatakan lebih baik dibandingkan dengan antibiotik.

Bahkan untuk para penderita hidung berair, madu bisa menjadi obatnya. Hidung berair atau flu diketahui sebagai pembawa virus dan bakteri, dan tidak perlu diberikan obat karena akan sembuh dengan sendirinya. Madu bisa membantu Anda mencegah terjadinya flu.

Untuk itu mulai sekarang, konsumsi madu setiap hari. Anda bisa mencampurnya dengan segelas air hangat atau secangkir teh. Minumlah madu setiap pagi dan menjelang tidur. Tubuh bisa menjadi lebih fit, dan memiliki antibiotik alami, sehingga Anda tidak perlu banyak mengonsumsi obat antibiotik jika sakit.(vvn) - 22 Juni 2009

Sumber :
12 September 2009

Mekanisme Resistensi Bakteri pada Antibiotik


Berbagai jenis bakteri saat ini semakin cerdik menghancurkan kerja antibiotik. Selain itu, bakteri juga mampu menghancurkan mekanisme pertahanan yang seharusnya dipakai antibiotik untuk melawan infeksi. Akibatnya makin banyak bakteri yang meningkat kekebalannya.

Para peneliti dari Universitas New York mengatakan beberapa bakteri patogen bisa menghasilkan semacam
nitric oxide yang memproduksi enzim yang membuatnya jadi resisten terhadap antibiotik. Selanjutnya, bakteri yang kebal itu dengan cepat berkembang biak dan menghasilkan koloni baru dan makin sulit dilumpuhkan.

Karena itu para ahli berusaha membuat obat-obatan yang mampu menghambat produksi enzim tersebut agar antibiotik dapat semakin kuat, bahkan bakteri super seperti
methicillin-resistant Straphylococcus aureus atau MRSA pun bisa dihancurkan.

"Membuat obat baru untuk melawan bakteri yang resisten seperti MRSA adalah sebuah tantangan, yang dikaitkan dengan biaya besar dan isu keamanan kesehatan," kata Evgeny Nudler dari Langone Medical Center, AS.

Bakteri yang resisten pada antibiotik, seperti MRSA telah menjadi masalah utama kesehatan dunia, dan telah membunuh sedikitnya 19.000 orang di Amerika Serikat setiap tahunnya.

Dalam riset yang dilakukan oleh Nudler diketahui bahwa kebanyakan antibiotik membunuh bakteri dengan memproduksi partikel berbahaya yang dikenal sebagai spesies reaktif oksigen atau oxidatif stres.

"Antibiotik membuat bakteri memproduksi lebih banyak jenis reaktif oksigen. Hal itu akan merusak DNA dan membuat bakteri tak bisa bertahan, bahkan mati.
Nitric oxide dikeluarkan bakteri untuk melindunginya dari oxidatif stres," kata Nudler yang hasil risetnya dipublikasikan dalam jurnal Science.

Karena itu, menurut Nudler komponen sintetis
nitric oxide inhibitor yang biasanya ada pada obat anti peradangan bisa dipakai untuk mengurangi produksi nitric oxide yang dihasilkan bakteri, dengan demikian kekuatan bakteri untuk melawan antibiotik pun berkurang. Ini artinya, para ilmuwan tak perlu mencari antibiotik baru.

Sumber :
AN Sumber : Reuters, dalam :
12 September 2009

Sumber Gambar/Tabel:

Masalah Resistensi Antibiotik

Apakah yang disebut sebagai resistensi antibiotika?

Resistensi antibiotika timbul bila suatu antibiotika kehilangan kemampuannya untuk secara efektif mengendalikan atau membasmi pertumbuhan bakter; dengan kata lain bakteri mengalami “resistensi” dan terus berkembangbiak meskipun telah diberikan antibiotika dalam jumlah yang cukup untuk pengobatan.

Mengapa bakteri menjadi resisten terhadap antibiotika?

Resistensi terhadap antibiotika adalah fenomena yang alami. Bila suatu antibiotika digunakan, bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika tersbut memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat terus hidup daripada bakteri lain yang lebih “rentan.” Bakteri yang rentan akan dapat dibasmi atau dihambat pertumbuhannya oleh suatu antibiotika, menghasilkan suatu a tekanan selektif terhadap bakteri lain yang masih bertahan hidup untuk menciptakan turunan yang resisten terhadap antibiotika.
Beberapa resistensi timbul tanpa adanya campur tangan manusia, bila suatu bakteri dapat memroduksi dan menggunakan antibiotika untuk melawan bakteri yang lain, sehingga menyebabkan timbulnya seleksi alam dalam tingkat yang lebih rendah untuk menimbulkan resistensi terhadap antibiotika. Namun demikian, bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika dalam jumlah yang sangat tinggi sekarang ini disebabkan karena adanya penyalahgunaan dan penggunaan antibiotika secara berlebihan. Di beberapa negara dan melalui internet, antibiotik dapat dibeli tanpa adanya resep dokter. Pasien kadang-kadang minum antibiotik meskipun ia tidak membutuhkannya, untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus seperti selesma.

Bagaimana bakteri bisa menjadi resisten?

Beberapa bakteri secara alami memang resisten terhadap antibiotike tipe tertentu. Namun, bakteri juga dapat menjadi resisten melalui dua cara: 1) dengan mutasi genetika atau 2) dengan mendapatkan resistensi dari bakteri lainnya.
Mutasi, perubahan spontan yang jarang terjadi pada materi genetis bakteri, diperkirakan terjadi pada satu dari satu juta hingga satu dari sepuluh juta sel. Mutasi genetis yang berbeda akan menghasilkan tipe resistensi yang berbeda juga. Beberapa mutasi mengakibatkan bakteri dapat menghasilkan zat kimia (enzim) yang cukup untuk menonaktifkan antibiotika, sementara mutasi yang lain dapat menghilangkan sel yang menjadi target serangan antibiotika. Mutasi jenis lain menutup gerbang tempat masuknya antibiotika ke dalam sel, dan mutasi yang lain lagi menghasilkan mekanisme pemompa yang dapat mengirim antibiotika keluar sel sehingga antibiotika tersebut tidak akan pernah dapat mencapai sasarannya.
Bakteri bisa mendapatkan gen-gen resisten terhadap antibiotika dari bakteri lain dengan beberapa cara. Dengan melakukan proses perkawinan sederhana yang disebut “konjugasi,” bakteri dapat mentransfer materi genetik, termasuk kode-kode genetik yang resisten terhadap antibiotika (ditemukan dalam plasmids and transposons ) dari satu bakteri ke bakteri yang lainnya. Virus juga merupakan mekanisme lain untuk menularkan sifat resistensi diantara beberapa bakteri. Sifat resistensi turunan dari satu bakteri dikemas ke dalam bagian kepala virus. Kemudian virus tersebut menyuntikkan sifat resisten ke dalam bakteri baru yang diserangnya. Bakteri juga memiliki kemampuan untuk mendapatkan DNA, “gratis” yang masih polos dari lingkungan mereka.
Bakteri yang mendapatkan gen-gen resisten, baik melalui mutasi spontasn atau melalui pertukaran genetis dengan bakteri lainnya, memiliki kemampuan untuk melawan satu atau lebih jenis antibiotika. Karena bakteri dapat mengumpulkan beberapa sifat resistensi seiring dengan berjalannya waktu, mereka dapat menjadi resisten terhadap beberapa jenis antibiotika yang berbeda.

Bagaimana resistensi antibiotika dapat menyebar?

Secara genetis, resistensi antibiotika menyebar melalui populasi bakteri baik secara “vertikal,” saat generasi baru mewarisi gen-gen yang resisten terhadap antibiotika, dan secara “horisontal,” saat bakteri berbagi atau saling menukar materi genetis dengan bakteri yang lain. Transfer gen secara horisontal dapat terjadi diantara spesies bakteri yang berbeda. Secara lingkungan, resistensi antibiotika menyebar saat bakteri tersebut bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain; bakteri dapat menyebar melalui pesawat udara, air dan angin. Orang dapat menyebarkan bakteri resisten pada orang lain; misalnya, melalui batuk atau kontak langsung dengan tangan-tangan yang tidak dicuci sebelumnya.

Dapatkah bakteri kehilangan resistensi mereka terhadap antibiotika?

Ya, sifat resistensi terhadap antibiotika dapat hilang, namun proses pembalikan seperti ini terjadi dalam waktu yang lebih lambat. Bila tekanan selektif yang terjadi karena adanya antibiotika dihilangkan, populasi bakteri dapat berpotensi berubah menjadi suatu populasi yang dapat merespons pemberian antibiotika. - 30 Januari 2007

Sumber

http://www.tufts.edu/med/apua/print/Q&A/Q&A_AR.html
APUA: Alliance for the Prudent Use of Antibiotics
http://www.apua.org

dalam :

http://www.sehatgroup.web.id/?p=709

12 September 2009